Skip to main content

Mau ikut kata-kata BANGSA atau AGAMA?


Di suatu sudut kota, kedengaran ada individu yang meraung di dalam keadaan ketidakpuasan hati berkata: " Bangsa itu pendengki, bangsa itu iri hati", dan yang berkata itu bukan saja datangnya dari bangsa yang bertentangan malah kata-kata itu dilontarkan dari bangsanya sendiri mengambil kata-kata bangsa lain yang akhirnya seperti tindakan meludah ke langit. Lagaknya bagaikan seorang intelektual yang penuh ilmunya padahal hanya individu yang mengalami sindrom cetek-bual yang bersifat RACIST (cuba dinafikan). Bagi Hang Lapor (bukan nama sebenar), apa yang lebih penting dalam hal ini, kita sendiri perlu ingat, adakah kita sudah cukup bagus?, cukup hebat?, cukup sempurna? hinggakan tidak menyedari bahawa hati mereka sudah buta? Mau nasihatkan orang lain, padahal tindakan sendiri penuh topeng-topengan akibat hati yang sudah dan makin membuta itu. Apalah ertinya susunan kata-kata yang mereka saja rasakan menarik kalau pengisiannya entah ke mana? Ah! yang paling penting, kita JANGAN hanya pandai bermain kata-kata atau hanya pandai bersastera namun perlaksanaannya? Bagaimana? Mau ikuti kata-kata individu memanipulasikan bangsa? atau mau ikut ajaran agama? Yang pasti agama dari-NYA tidak mengajar kita ke arah negatif. Lainlah agama itu terhasil berdasarkan 'keintelektualan' yang membualkan dari manusia-manusia yang berhati buta! BUTA akibat merasakan ilmunya sudah banyak, sudah hebat. Di tengah kehangatan jalan raya, Hang Lapor meneruskan perjalanannya mencari tempat-tempat yang teduh. > eD Senggora

Popular posts from this blog

Pertama Kali, Sekian Lama

Pertama kali ke daerah ini walaupun sudah sekian lama mengetahui kewujudannya. Hanya pernah ke Belaga suatu ketika dulu melalui jalan darat. Perasaan tenang melihat aliran sungai, membawa ingatan kembali ke masa lampau. Masa terlalu cepat berlalu. Perasaan rindu mudah berputik di saat-saat begini. Semoga kehadiran di sini antara kenangan terindah.

KEINGINAN adalah sumber penderitaan

Sesuatu keputusan kadangkalanya agak berat untuk diterima dan ianya bisa melukakan perasaan seseorang. Walau apa pun, ianya bukan alasan untuk kita terus menyimpan perasaan dendam. > eD Senggora Hayati lirik dan lagu ini: SEPERTI MATAHARI (Iwan Fals) Keinginan adalah sumber penderitaan Tempatnya di dalam pikiran Tujuan bukan utama Yang utama adalah prosesnya Kita hidup mencari bahagia Harta dunia kendaraannya Bahan bakarnya budi pekerti Itulah nasehat para nabi Ingin bahagia derita didapat Karena ingin sumber derita Harta dunia jadi penggoda Membuat miskin jiwa kita Ada benarnya nasehat orang-orang suci Memberi itu terangkan hati Seperti matahari Yang menyinari bumi Yang menyinari bumi Dengarkan: SEPERTI MATAHARI

SIFAR mempersembahkan TUKANG ENSERA

SINOPSIS O……Ha……. Tabik bala kaban akik dan inik,.. Antara realiti dan illusi. “Tukang Ensera” membawa makna ‘Tukang Cerita’. Bercerita tentang dewa-dewa, tentang kebaikan jua kemungkaran, perasaan dendam dan tentang harapan merupakan warisan tradisi kaum Iban. Akik (datuk), seorang tua yang masih mempertahankan tradisi bercerita tentang alam buana dan harapan pendengarnya pada cucunya Sunti. Akik dalam penghujung perjalanan hidupnya amat berharap agar cucunya Sunti dapat mewarisi tradisi dan meneruskan kemahiran bercerita darinya. “Bercerita mestilah sungguh-sungguh….” Itulah kata Akik pada Sunti. Bagaimanakah sungguh-sungguh yang dimaksudkan oleh Akik? Mungkinkah Sunti, generasi muda akan menyambung warisan tradisi bercerita atau cerita Akik sudah kehilangan pendengarnya? Saksikanlah penceritaan Akik dalam ”Tukang Ensera”...... O……Ha…… Aku ceritakan satu kisah pendek…. Kisah Remong dan Mengga, Putera Iban ternama, Diturunkan kebumi oleh Ratu Senayan, O……Ha…..