Skip to main content

W.S. RENDRA Membaca Sajaknya



”Apalah erti berfikir bila terpisah dari masalah kehidupan, Apalah erti kesenian bila terpisah dari derita lingkungan”

Itulah kata-kata W.S. Rendra dalam salah satu sajaknya yang sering terlintas di fikiran. Sesungguhnya ia amat memberi kesan yang mendalam terhadap saya. Video dan Audio ini saya perolehi di internet sekitar tahun 2003. Ketika itu saya sememangnya ingin menonton persembahan penyair tersohor Indonesia ini. Namun, sampai ke saat ini saya masih belum berpeluang untuk menontonnya secara langsung. Walaupun begitu, ternyatanya AURA kepenyairan beliau sentiasa segar dan memberi beribu makna kepada saya dan rakan-rakan. Rakan-rakan yang telah berpeluang menemui malah berguru dengan Mas Willi pasti amat beruntung bukan?. Harapnya ilmu yang diperolehi TIDAK di salah tafsirkan mahupun lupa dari mana datangnya. Rindu?.....pasti ada. > eD Senggora


SAJAK BURUNG-BURUNG KONDOR
WS Rendra - Yogya, 1973 Dengarkan

Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani - buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.
Para tani - buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.
Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.
Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.
Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.
Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.
Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi
Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang bersiap menembaknya.


Sajak Seorang Tua untuk istrinya
WS Rendra Dengarkan


Aku tulis sajak ini, untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
Kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita, yang hampir rampung
Dan dengan lega akan kita lunaskan

kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita
karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan
suka duka kita bukanlah istimewa
karena setiap orang mengalaminya

hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samudera
serta mencipta dan mengukir dunia

kita menyandang tugas, karena tugas adalah tugas
bukannya demi sorga atau neraka
tetapi demi kehormatan seorang manusia
kerna sesungguhnya kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu
kita adalah kepribadian
dan harga kita, adalah kehormatan kita

tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorang pun kuasa menghapuskannya
lihatlah betapa tahun tahun kita penuh warna
sembilan puluh tahun yang dibelai nafas kita
sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun tahun lama yang porak poranda

dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi
dan juga nasib kita
kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara
bukan karena senyuman adalah satu kedok
tetapi karena senyuman adalah satu sikap
sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama, nasib dan kehidupan

lihatlah . . .
sembilan puluh tahun penuh warna
kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma
kita menjadi goyah dan bongkok karena usia nampaknya lebih kuat dari kita
tapi bukan karena kita telah terkalahkan

aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu
sementara kamu kenang encokmu
kenangkanlah pula bahwa kita ditantang seratus dewa!


Maklumat Tambahan:
http://id.wikipedia.org/wiki/W.S._Rendra

Popular posts from this blog

Kemana perginya SIFAR setelah Penggali Intan?

Dengan kesempatan ini, SIFAR ingin merakamkan aktiviti yang telah dilaksanakan sepanjang tempoh 2015 hingga 2018. Sememangnya agak lama menyepi di laman blog ini namun SIFAR tetap muncul dengan karya-karyanya. 2015, SIFAR telah mementaskan 'SI PANJI RUMPUT' karya Jamshari Saili di Festival Teater Malaysia(FTM) 2015 dan telah berjaya ke peringkat 6 kumpulan terbaik di peringkat kebangsaan pada tahun 2016. Walaupun SIFAR tiada merangkul anugerah pada FTM 2016, ianya tidak sesekali mematahkan semangat SIFAR untuk terus mementaskan karya-karya seterusnya. Anugerah bukanlah segalanya bagi SIFAR, yang UTAMAnya adalah prosesnya. Proses untuk menghasilkan karya-karya yang bermutu di masa hadapan serta melahirkan generasi baru yang mampu meneruskan kesenian Teater khususnya serta kesenian-kesenian yang lain amnya. Menyusuli 'SI Panji Rumput', SIFAR mementaskan 'Mendung Berlalu' karya Jais Sahok di FTM peringkat negeri Sarawak 2017. Biarpun tiada kejayaan anuge...

'Lautan Bernyanyi' di Astro AWANI SARAWAK

Alhamdulillah, SIFAR diberi kesempatan untuk muncul seketika di Astro AWANI SARAWAK 3 OKTOBER 2019. Terima Kasih Astro AWANI SARAWAK.

Penghargaan dari SIFAR, kami akan terus 'Belayar!' demi Ibu Pertiwi.

SIFAR dengan hormatnya mengucapkan ribuan terima kasih dan penghargaan kepada Putu Wijaya - penulis nashkah 'Lautan Bernyanyi', agensi-agensi yang terlibat dalam penganjuran Festival Teater Malaysia Peringkat Negeri Sarawak 2019. TERIMA KASIH Jabatan Kebudayaan Dan Kesenian Negara, Sarawak Dewan Bahasa Dan Pustaka Cawangan Sarawak SK Matang Jaya Panel Juri FTM peringkat negeri Sarawak 2019 Para Media khususnya RTM, BERNAMA, UTUSAN SARAWAK, SARAWAKVOICE dan para media yang membuat liputan FTM peringkat negeri Sarawak 2019. Tetamu-tetamu kehormat, keluarga SIFAR, rakan-rakan serta khalayak kesenian. Semua yang baik adalah dari-Nya, yang sebaliknya adalah kelemahan kami.